-
Refleksi Filosofi Pendidikan Indonesia Ki Hadjar
Dewantara
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat
memperbaiki lakunya. oleh sebab itu peran seorang coach (pendidik) adalah
menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan
kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching,
murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar
murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’
dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif agar
kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya.
Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi
Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan
keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?
Perguruan Taman
Siswa memiliki pedoman bagi seorang guru yang disebut Patrap Triloka. Konsep
yang sangat populer ini dikembangkan oleh Suwardi Suryaningrat (nama lain Ki
Hajar Dewantara), yakni : Ing ngarsa
sung tuladha (di depan memberi teladan), Ing madya mangun karsa (di tengah membangun karsa/kemauan/semangat),
Tut wuri handayani (dari belakang
mendukung). Hal inipun juga tidak lepas dari zaman sekarang ini yang dimana
serba modern dan filosofi diatas sangat masih kontekstual untuk diterapkan,
meneladani filosofi Pratap Triloka dalam mengambil keputusan merupakan ciri
dari seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran.
-
Nilai dan Peran Guru Penggerak
Pada penerapan Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran, Nilai
dan Peran Guru Penggerak menjadi
sangat penting. Nilai dan peran guru, yang Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, dan Berpihak pada
anak, menjadi dasar
yang sangat kuat bagi guru untuk Mewujudkan Profil
Pelajar Pancasila yang Merdeka Belajar.
Bagaimana nilai-nilai yang
tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil
dalam pengambilan suatu keputusan?
Disetiap
pengambilan keputusan berpegang pada prinsip-prinsip yang berpihak kepada murid,
seorang pemimpin pembelajaran harus mampu memahami perannya sebagai pendidik,
mampu membangun motivasi intrinsik dalam diri maupun bagi murid.
- Visi Guru Penggerak
Guru dapat mendesain lingkungan belajar yang memungkinkan
tumbuhnya murid merdeka yang memiliki kemandirian dan motivasi intrinsik yang
tinggi? Maka atas pertanyaan itulah, guru perlu terus berlatih meningkatkan
kapasitas dirinya dalam memvisualisasikan harapan, menggandeng sesama dan
mentransformasikannya menjadi harapan bersama. Dari sana, baru kemudian
dilanjutkan dengan segala upaya gotong-royong yang diperlukan demi pencapaian
harapan bersama tersebut. Harapan kita adalah visi kita. Visi kita sekarang
adalah masa depan murid kita. Masa depan murid kita adalah masa depan bangsa
kita, Indonesia.
-
Budaya Positif
Pendidikan dalam masa pandemi masih
memunculkan banyak masalah karena fasilitas yang kurang memadai. Disini saya akan
memunculkan budaya positif. Untuk menjadikan kebiasaan positif di kelas menjadi
sebuah budaya sekolah dan visi sekolah tentunya dibutuhkan pemikiran dan
kesepakatan bersama yang digali dari ide yang dicapai bersama yang dituangkan
berdasarkan mimpi-mimpinya, nilai-nilai yang diyakini oleh warga sekolah, dan
impian normatif kolektif warga sekolah. Masing-masing guru dapat menyampaikan
praktik baik yang sudah dilakukan di kelasnya masing-masing untuk kemudian
sekiranya baik dapat diadopsi dan diadaptasi menjadi praktik baik sekolah. Dari
hal tersebut kita dapat menggali nilai-nilai budaya positif dan kebiasaan
positif apa yang menjadi budaya positif sekolah untuk kemudian dituangkan
secara tertulis menjadi visi sekolah.
-
Pembelajaran Berdeferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan
masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada
kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait
dengan:
- Bagaimana mereka menciptakan lingkungan
belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras
untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap
murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang
prosesnya.
- Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas, jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajarannya namun juga muridnya.
- Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi
yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk
dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana
yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
- Bagaimana
guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan
menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut.
Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda,
dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
- Manajemen
kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang
memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga
walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan
secara efektif.
-
Pembelajaran Sosial dan Emosional
Memiliki
kecerdasan intelektual tidak cukup menjadikan seseorang akan menjadi sukses, karena
disaat kita tidak memiliki sosial-emosional yang baik maka kita tidak dapat
melakukan interaksi yang baik pula dengan orang lain. Demikian sebaliknya
disaat sosial emosional baik maka kita akan dapat mengatur segala macam emosi
(sedih, gembira, haru, tawa, simpati, empati) yang keluar di waktu yang tepat.
Maka dengan demikian Kesuksesan tidak hanya di dapatkan dari pendidikan yang
tinggi atau nilai akademik yang tinggi. Namun Kesuksesan bisa di dapat dari
rasa sosial-emosional yang baik sehingga dengan demikian ia akan bermanfaat
bagi orang-orang yang ada disekitarnya.
Pembelajaran
sosial emosional adalah proses pembelajaran yang dimulai dengan pembentukan
kesadaran dan kontrol diri serta kemampuan dalam berkomunikasi. Hal ini penting
diberikan kepada anak didik agar mereka mampu bertahan dan sekaligus dapat mengatasi setiap
permasalahan sosial emosional yang dialaminya. Pembelajaran ini dapat dilakukan
dengan cara latihan berkesadaran penuh (mindfulness). Salah satu latihan diri
yang dapat digunakan adalah dengan teknik STOP, yaitu: S: Stop (berhenti
sejenak), T: Take a deep break (Menarik nafas dalam), O: Observe (Mengamati apa
yang terjadi pada tubuh, pikiran dan perasaan). P: Proceed (Lanjutkan).
Dalam menumbuhkan dan mengembangkan pembelajaran sosial
emosional tersebut, ada 5 kompetensi dasar yang dapat dikembangkan yaitu: 1.
Kesadaran diri; 2. Pengelolaan diri; 3. Kesadaran sosial (Empati); 4.
Keterampilan sosial (Resiliensi) dan 5. Pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab.
-
Coaching
Coaching adalah
salah satu praktik
pembelajaran yang berpihak
kepada murid, couching
itu adalah sebuah proses
kolaborasi yang berfokus
pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman
hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee. (Grant, 1999).
Couching
dapat melejitkan potensi
yag dimiliki seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya, diri dan kemampuan serta potensi yang dimilikinya. Coaching
lebih kepada membantu seseorang untuk belajar
daripada mengajarinya, segala solusi dan keputusannya diberikan kepada coachee
mana yang menjadi pilihannya, peran coach hanya membantu dan mengarahkan saja.
4 kompetensi yang harus dikuasai
oleh seorang coach, yaitu:
- Keterampilan Membangun proses coaching (terkait
dengan Penerapan KSE)
- Keterampilan membangun hubungan baik (terkait dengan
nilai dan peran Guru penggerak)
- Keterampilan berkomunikasi (terkait dengan
filosofi dan pembelajaran berdiferensiasi)
- Keterampilan
memfasilitasi proses pembelajaran (terkait dengan proses Inquiry apresiatif dan
BAGJA)
TIRTA : satu model coaching untuk konteks pendidikan.
Model TIRTA dikembangkan dengan
semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting
mengingat tujuan coaching
yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui
model TIRTA, guru diharapkan dapat
melakukan praktik coaching
di komunitas sekolah
dengan mudah.
TIRTA kepanjangan dari T: Tujuan I:
Identifikasi R: Rencana aksi TA: Tanggung jawab
Dengan menjalankan metode TIRTA
ini, harapannya seorang
guru dapat semakin
mudah dapat menjalankan perannya sebagai
coach dan Praktik
coaching sebagai salah
satu praktik baik menjadi Budaya
positif yang melekat sebagai
dedikasi bagi guru yang bisa dilakukan secara menyeluruh pada ekosistem sekolah
demi mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang Merdeka Belajar.
Bagaimana
kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan
berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau
fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian
pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan
tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas
pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi
‘coaching’ yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.
Teknik coaching
sejatinya merupakan teknik komunikasi asertif untuk mengali potensi dan
memaksimalkannya yang dimana hal tersebut penting dilakukan dan diterapkan sebelum pengambilan keputusan,
terutama dalam tahap pengujian serta 9 langkah pengambilan keputusan.
- Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran
Banyak
hal dalam hidup ini yang harus dipikirkan dengan bijaksana terutama berkaitan
dengan pengambilan suatu keputusan. Sering kali bertindak terlebih dahulu tanpa
memikirkan apakah itu keputusan yang tepat untuk diambil atau tidak. Ataukah keputusan yang akan
diambil dapat melukai hati orang lain yang membuat suasana tidak nyaman dalam
suasana kerja yang sifatnya adalah kerja team. Akan tetapi dalam mengambil
keputusan dengan dalil demi "menyehatkan" diri dan bathin sendiri
tanpa memikirkan pendapat dan perasaan orang lain, yang akhirnya memunculkan
dilema dalam diri apakah keputusan itu saya lakukan demi kebaikan orang banyak.
Bagaimana
pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai
yang dianut seorang pendidik.
Ketika kita
menghadapi sebuah dilema akan ada nilai-nilai kebajikan yang mendasari yang
bertentangan dan harus menjadi pilihan, karena nilai dan prinsip sangat
berkaitan erat dan merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari prilaku manusia
disadari maupun tidak kedua hal inilah yang mendasari seseorang dalam mengambil
keputusan.
Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya
berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Seorang pemimpin pembelajaran
tentunya diharapkan mampu
mengambil keputusan yang dapat membawa dampak positif pada terciptanya lingkungan yang kondusif, aman dan nyaman bagi
murid sehingga mampu
membuat sebuah perubahan yang lebih baik yang dapat mempengaruhi kehidupan di lingkungan sosial di sekitarnya serta dapat
menciptakan suasana pembelajaran
yang berpusat pada murid agar kedepannya murid dapat merasakan kemerdekaan
belajar yang
sebenarnya.
Selanjutnya,
apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk
menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah
ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?
Adapun kesulitan-kesulitan
yang terjadi dapat diatasi dengan menerapkan 4 Paradigma, 3 Prinsip pengambilan
keputusan dan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan itu sendiri. Dengan
melibatkan kepala sekolah, rekan guru bahkan warga sekolah demi mendapatkan
keputusan yang sesuai dengan kebutuhan murid.
Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan
yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?
Pengambilan
keputusan yang tepat akan sangat berdampak pada murid, yang dimana peningkatan
disiplin dan cara belajar murid dapat dengan instan meningkatkan kualitas mutu
sekolah.
Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil
keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?
Seorang pemimpin
pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan
murid-muridnya karena seorang pemimpin pembelajaran terutama dalam bidang
pendidikan mampu memberikan dampak positif bagi lingkungannya, guru bisa
mengarahkan potensi yang ada pada murid sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya,
keputusan yang diambil tentunya adalah keputusan terbaik dan efektif bagi orang
lain maupun bagi dirinya sendiri.
Apakah kesimpulan akhir
yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan
keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Kesimpulan akhir
yang dapat saya tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya
dengan modul-modul sebelumnya adalah untuk mewujudkan transformasi pendidikan
harus dimulai dari diri sendiri, bagaimana cara kita dalam mengambil suatu
keputusan yang tepat dan efektif bagi banyak orang yang tentunya keputusan
tersebut memberikan dampak positif baik untuk murid kita, rekan guru maupun
lingkungan kita serta pengambilan keputusan hendaknya tetap memperhatikan nilai-nilai
kebajikan dan tidak bertentangan dengan paradigma, prinsip maupun langkah-langkah
pengambilan keputusan.